Jumat, 15 September 2023

Wilujeng Enjang Cerpen Roman

 

Wilujeng Enjang

Hati manusia itu semuanya sama, secara insani hati itu membutuhkan kedamaian. Dimana kamu memberikan kedamaian maka hati itu akan terbuka secara lebar. (Zuhairi Misrawi)

#postEnjang
           Panas tubuhku semakin tinggi, aku menggigil dalam selimut, mulutku kelu, tubuhku terbaring lemas, tenggorokanku begitu kering bahkan untuk sekedar mengeluarkan suara saja tidak ada tenaga. Mas Willy meletakan tangannya di keningku, memeriksa panas tubuhku yang sudah sehari semalam tak kunjung turun. Aku memalingkan wajah, bahkan dalam keadaan seperti ini
, aku tak sudi disentuhnya.

"Kamu harus ke rumah sakit Njang” katanya panik, aku masih membisu, menatap wajahnya saja aku malas apalagi menjawab pertanyaannya. "Mana Hapeku?” tanyaku lirih. Sejak tadi siang Mas Willy menyita handphoneku karena dalam kondisi begini aku tetap sibuk membalas chat pekerjaan, dia memintaku istirahat total, meski aku dongkol namun hanya bisa diam karena niatku menggebu tapi fisiku tak mampu berkutik. Baru saja aku hendak beranjak tiba-tiba aku tersungkur, gelap.

#postWilly
Aku tak pernah sekhawatir ini padanya, dalam kondisi lemah tak berdaya betapa begitu ingin kudekap Enjang ke dalam pelukanku, tapi apalah dayaku aku hanya bisa terpaku menatapnya tanpa bisa sedikitpun menyentuhnya. Aku tahu sejak awal dia sangat membenciku, gadis yang begitu ceria harus menikah dengan laki laki yang sangat tidak dicintainya. Dan ku akui pernikahan ini telah menghilangkan senyum ceria itu. Jika saja ini bukan amanat ayah Enjang sebelum meninggal mungkin Enjang akan menolak pernikahan ini. Enam bulan pernikahan Aku tak pernah memaksa dia melayaniku, selama ini aku bebaskan dia menjadi yang dia mau, aku telah bersumpah pada diriku untuk menunggunya sampai kapanpun, jika sekarang dia membenciku, namun bagiku yang terpenting sekarang dan selamanya Enjang adalah cintaku.

#postEnjang
Aku tak tahu sejak kapan aku berada di sini, meski belum sepenuhnya sadar tapi aku yakin ini adalah rumah sakit. Perlahan kubuka mata, kepalaku masih s
angat pusing , aku berusaha menggerakkan tanganku, terasa lemas sekali, aku benar benar kehabisan energi.  Tiba-tiba pintu terbuka aku kembali memejamkan mata, Mas Willy dan seorang dokter datang menghampiriku "Istri anda hanya perlu istirahat, anda tidak perlu sepanik ini.. nanti setelah dirawat dua sampai tiga hari dia akan lebih baikan, "

"Terimakasih dok... " Tak berselang lama dokter keluar ruangan, Mas Willy menghampiriku, sesaat ketika menyadari aku telah tersadar, dia berlahan berkata pelan sambil menggenggam tanganku ragu.

"Aku sudah telfon mama, tadinya aku mau memberi tahu kondisimu, tapi sebelum aku cerita mama sudah terlebih bilang kalau beliau sedang menemani Mbak Rahma lahiran  jadi aku urungkan niatku member kabar, tidak enak kalo sampai merepotkan" Mas Willy terus berkata. Aku teringat Mba Rahma kakak pertamaku yang  sedang hamil sembilan bulan, syukurlah kalo sudah lahiran. Mas Willy  seketika melepaskan tanganku sesaat setelah tersadar.

"Eh maaf" katanya sedikit bersalah, aku menahan senyum, lucu juga, pikirku.

"Maaf ya... Ini karena aku tidak bisa benar-benar menjagamu.." katanya sambil menundukkan pandangannya, aku menelan ludahku pahit. Lelaki yang selama ini tak pernah kupedulikan, laki-laki yang statusnya suamiku, yang begitu tanggung jawab namun tak pernah kutunaikan haknya. Aku tak tahu kenapa tiba-tiba aku menjadi sesendu ini dihadapannya. Apakah selama ini  aku benar benar seegois itu. Enam bulan telah berlalu dan inilah puncaknya, ketika tubuhku menyerah pada keadaan.

#postWilly
Akhirnya setelah tiga hari di rawat di
rumah sakit, Enjang sudah dibolehkan pulang. Tiga hari benar benar aku habiskan di samping Enjang, bagiku sangat cukup jika dia tidak menolakku,mau menerima semua pelayananku dan perhatianku yang sungguh sungguh untuknya,  aku tak berharap lebih dari itu untuk saat ini.

Enjang sungguh tak pernah tahu bertapa aku khawatir jika waktu beranjak malam dan dia belum juga pulang ke rumah, atau pulang dalam kondisi basah kuyup karena kehujanan. Aku begitu khawatir ketika melihat dia begitu serius menatap leptop dan hapenya, seharusnya dia tahu dia tak perlu sekeras itu bekerja, aku suami yang sangat ingin mencukupinya lahir dan batin dan aku yakin aku mampu.

#postEnjang

 Mas Willy mengantarkan sarapanku ke kamar dan seperti biasa menyuapiku dengan pelan. "Mas"
"Iya     Njang..."jawabnya sambil menatapku dalam, membuatku canggung. 

"Hmm.. maafkan aku" kataku lirih, mungkin hampir tak terdengar olehnya, lidahku kelu bercampur malu

"Apa?" Katanya kali ini lebih mendekatkan wajahnya padaku, sketsa wajah tampannya terlihat jelas, rambutnya tertata rapi,matanya tajam namun teduh, ada jenggot tipis di dagu,

Hidung dan bibirnya sempurna, aku tersadar selama ini aku tak pernah benar-benar menatapnya. Tuh kan benar Mas Willy tak mendengar maafku, padahal untuk mengatakannya aku harus susah payah berucap. Aku tak mengulang kata kataku hanya memberinya senyuman yang paling tulus yang aku punya. Semoga dia bisa paham tanpa aku pinta. Kali ini giliran Mas Willy yang menatapku tajam, membuatku sedikit salah tingkah.

"Terimakasih ya Njang..."katanya sambil menggenggam tanganku, aku terperanjat, hatiku berdesir hebat
"Untuk apa?" Meskipun canggung aku berusaha membalas tatapannya

"Untuk senyum itu... Untuk senyum yang pernah hilang, namun kamu hadirkan kembali di wajahmu, terimakasih" katanya diiringi genggaman tangan yang semakin erat, hatiku terhempas dibuatnya, ketika Tuhan telah kirimkan Malaikat penjagaku, suami terbaikku aku dimana? Mataku panas berkaca-kaca. .

"Enjang kamu tahu nggak ada sebuah kata dalam bahasa inggris yang ketika kita melakukan setiap hari maka akan ada perubahan besar dalam hidup kita, kata itu diawali dari huruf 'w'?" Tanya Mas Willy suatu hari, aku menyipitkan mataku berfikir keras

"Hmm wise?"

"Bukan"

"Wisdom"

"Bukan juga" mas Willy terlihat menahan senyum, membuatku semakin penasaran

"Will, word, wish... " Kataku sambil menggigit bibir

"Hehe buukaaan" Mas Willy lagi lagi mengulum senyumnya

"Aku menyerah" aku mengangkat kedua tanganku, sikapku membuat Mas Willy mengacak rambutku gemas

"Kata itu adalah "wake up"" lanjutnya

"Wake up?" Aku kembali tidak mengerti

"Iya wake up, kenapa? Karena segala hal dalam hidup seseorang dimulai ketika kita bangun di pagi hari, pagi hari selalu memberikan harapan baru dan doa doa baru, seperti kita"

"Seperti kita? Maksudnya apa?"

"Iya aku dan kamu jika disatukan menjadi Wilujeng Enjang, ini adalah bahasa jawa yang artinya selamat pagi... Semoga dengan semangat pagi aku dan kamu bisa terus bersatu, terus bisa merajut mimpi mimpi bersama seperti kata wake up yang bisa merubah hidup seseorang,, ingat selalu  ya Njang, selama aku hidup kebahagiaanmu adalah hal yang akan selalu aku perjuangkan" aku tersentuh dengan kata-katanya, nama Mas Willy memang Wilujeng tapi karena dia pernah kuliah di luar negeri, sekarang lebih dikenal dengan Willy. Seketika aku teringat dengan almarhum Ayah. Ayah telah memilihkan lelaki terbaik untukku, Ayah telah menyelesaikan amanahnya tepat sebelum beliau tutup usia, sedari awal Ayah tahu yang terbaik untukku. Terimakasih, untukmu Ayah dan Untuk-Mu.

Selasa, 25 November 2014

AlhamdulaKa

Terima Kasih  Tuhan,, 
Terimakasih untuk mereka..
Terimakasih karena selalu ada..
Terimakasih untuk perjalanan yang luar biasa..
aku mencintaiMu sebanyak yang ku bisa,,
 Untuk-Mu, untukmu,,

Selasa, 05 Juni 2012

Tanpa Judul,



            Siti Nurbaya Versi 2012,??
Yusuf duduk di sebelah pusaran adik semata wayangnya, Mila. Dia terdiam, hanyut dalam keheningan pemakaman tempat dimana adiknya diperistirahatkan. Pikirannya menerawang jauh menembus masa lalu empat tahun silam.
            Saat itu adiknya berumur 17 tahun, seorang gadis yang sangat cerdas dan sangat mengagumkan, tapi satu hal yang sangat Yusuf sesali, dia belum sempat menjadi kakak yang baik sebelum Mila pergi untuk selamanya. Dulu dia egois, dia tak pernah mau peduli meski pada adik kandungnya sendiri. Dia begitu jauh menjaga jarak, dan kini dia hanya bisa tertunduk dalam, menyesali. 
Andai saja dia tahu adiknya akan pergi secepat ini, dia tidak akan pernah menyia-nyiakan  waktu yang ada ketika bersama. Akan tetapi siapa yang dapat menyangka penyakit pneumonia yang menyerang adiknya ternyata benar-benar berakhir dengan  membawa Mila pergi meninggalkan dunia ini, bukan untuk satu atau dua hari, tapi untuk selamanya.
            Yaahh,, benar kata pepatah, nasi sudah menjadi bubur ,tak ada yang perlu disesali, bukankah semua itu sudah di takdirkan,,?? Yang terbaik sekarang adalah memulai lagi semuanya dari awal dengan lebih baik lagi tentunya.
Dari jauh terlihat seorang gadis berdiri disamping Yusuf, tatapannya terus tertuju pada punggung Yusuf yang masih membelakanginya sejak beberapa saat yang lalu.
           
“Sudahlah,, tak perlu menyesali yang sudah terjadi, Mila sudah bahagia disana, Allah menjemput Mila lebih dulu bukan karena tanpa alasan, tapi sudah pasti karena Dia telah sangat merindukan Mila, gadis  yang begitu amat  baik,,” Katanya bijak, ucapannya membuat Yusuf sedikit tenang. Meski bukan satu atau dua kali gadis di sampingnya mengatakan demikian, tapi entah mengapa Yusuf tak pernah bosan mendengarnya. Dia selalu menikmati setiap kata yang terucap dari bibir gadis manis itu, termasuk apa yang baru saja dikatakannya saat ini.
           
”Dia seumuran kamu kalo masih hidup sekarang,,,”Kata Yusuf lirih. Gadis itu tersenyum, sepertinya dia sangat tahu apa yang sedang dipikirkan Yusuf.
           
”Mas Yusuf  boleh mengganggapku adik,,” Kata-katanya yang terdengar polos membuat Yusuf menoleh, tertegun.
           
“Maksudku,, ya adik,, hmmm, bukan, bukan maksudku menyuruh Mas Yusuf melupakan Mila, bukan,, hmm,, hmm maksudku,, Mas Yusuf  boleh mengganggapku adik,tanpa melupakan Mila, aku juga tidak bermaksud menggantikan posisi Mila,, hanya,,, ya,,, biar Mas Yusuf tidak lagi menyesal, jujur saja aku nggak suka liat Mas Yusuf terus-terusan menyesal begini, dan aku juga yakin sekali Mila akan merasakan hal yang sama ketika tahu Mas Yusuf bertingkah seperti ini,” katanya salah tingkah, nada ucapannya terdengar melemah pada akhir kalimat.
Yusuf menahan sedikit tawa melihat polah gadis manis berkerudung disampingnya itu. Selama ini memang Vhialah gadis yang selalu mengisi hari-hari Yusuf. Meski Yusuf tak tahu kedekatannya dengan Vhia itu hanyalah sebagai kakak dengan adik atau lebih dari itu. Selama ini Yusuf dan Vhia memang tak pernah mempermasalahkan status mereka, selama bahagia menjalaninya ya jalani saja.
            “Pulang yuk,,,, “ Yusuf berdiri, badan tegaknya melangkah diiringi Vhia disampingnya.
             “Oya selamat buat wisudamu ya,,” Lanjutnya sambil tersenyum , Vhia tak menjawab
dia hanya membalasnya dengan senyuman yang tak kalah manis.
           
“Hmm,, Vhia,,,  bagaimana acara pertunanganmu,,,??”Yusuf mengalihkan pembicaraan, dia masih berjalan dengan tenang.  
            “Entahlah, ? “jawab  gadis yang ternyata bernama Vhia itu sambil mengangkat kedua bahunya,  perkatannya membuat Yusuf mengerutkan kening, tak mengerti.
            “Lho,,, kok jawabnya nggak semangat gitu,,,, ??”tanya Yusuf memasang raut penasaran.
             “ Menurut Mas Yusuf gimana??” Lanjut Vhia sambil berusaha mensjajari langkah Yusuf yang semakin cepat. Sekilas terlihat senyum tipis tergores di wajah gagah Yusuf, membuat Vhia semakin penasaran menunggu jawaban dari  laki-laki di sampingnya.
            “ Kok malah jadi tanya  pendapatku si Vhi,,?? Yaaa,, selama kamu senang menjalaninya dan kamu yakin itu yang terbaik ,, ya lakukan saja,,” Jawab Yusuf masih dengan gaya santainya. Glek,, Vhia menelan ludah, pahit. Bukan ini jawaban yang dia harapakan dari laki-laki yang selama ini mengisi hari-harinya itu.
            “Maksud Mas Yusuf,,??” Kening Vhia berkerut seketika, bukannya Vhia tidak mengerti dengan apa yang dikatakan oleh Yusuf, dia hanya ingin memastikan atas apa yang baru saja dia dengar.
            “Vhia,, jodoh itu Tuhan yang atur,, meski aku dekat denganmu selama ini dan kamu sudah aku anggap seperti adikku sendiri,,  aku juga tetap tak berhak melarang kamu untuk melakukan ini atau itu,, aku percaya kamu sudah dewasa, hatimu sudah bisa menentukan mana yang baik atau tidak buatmu,, jika kamu yakin dengan pilihan orang tuamu,, aku tak bisa berkata apa-apa Vhi,, aku turut bahagia,, aku sudah cukup mengenal orang tuamu, aku percaya mereka  tidak akan pernah mengecewakan putrinya dengan pilihan yang salah” Kali ini Yusuf menatap wajah Vhia yang masih tertunduk. Jujur saja ucapannya sempat membuat Vhia terdiam beberapa saat. Tak tahu apa yang sedang dirasaannya kini, tapi yang jelas wajah manis dalam balutan kerudung itu mencoba menahan air matanya agar jangan sampai jatuh  membasahi pipi indahnya.
            “Jujur saja Vhi,, aku menyerahkan semuanya pada waktu, biar waktu yang menjawab semuanya,,” Yusuf tersenyum parau, dia seolah mengerti apa yang dirasakan Vhia,  ucapannya membuat Vhia terdiam,  tak berkutik.
           
***
            Vhia terduduk di sudut kamarnya sambil terus menyapu air matanya untuk yang kesekian kali, meski dia tahu apa yang dikatakan Yusuf memang benar adanya. Selama ini memang tidak ada hubungan apa-apa diantara  mereka , jadi sudah tentu Yusuf tak memiliki hak apapun untuk andil dalam masa depannya. Tapi apalah daya, mulut bisa berkata apapun, namun apa yang diucapkan dalamnya hati, siapa yang bisa mengerti??. Baru Vhia sadari kini, bahwa kedekatannya dengan Yusuf  selama ini menimbulkan getar lain dalam jiwanya, baru kali ini pertama kalinya dalam hidup dia merasakan hal yang begitu sulit di gambarkan.
 Dia ingin marah, tapi marah karena apa, pada siapa?. Haruskah dia marah pada Yusuf. Benar memang dia mungkin memang pantas untuk kecewa. Kalau Yusuf memang hanya menganggap Vhia sebagai adik, kenapa perlakuannya selama ini melebihi sebagaimana kakak dengan adiknya, sebagai wanita bukankah wajar jika Vhia berharap lebih. Kenapa Yusuf tidak memintanya untuk tetap tinggal, kalau Yusuf berkata supaya Vhia menunggunya , mungkin dia akan menunggu.
Tapi, benar-benar jawaban yang sangat di luar dugaan, dengan santainya Yusuf berkata padanya untuk melakukan yang sekiranya terbaik, bukannnya memberikan jawaban perkataan Yusuf malah membuat Vhia semakin bingung dan tidak mengerti.
***
            “Vhiaaa,,,,” jeritan seseorang membuyarkan Vhia dari lamunanya, seketika pintu kamarnya terbuka lebar. Vhia menoleh ke asal suara, sahabatnya yang satu ini memang hoby banget bikin kaget  orang, wajah manis Vhia untuk beberapa saat berubah menjadi manyun karena merasa kesendiriannya  terenggut oleh Nadin, cewek yang sekilas terlihat tomboy meski aslinya melancholic itu memang sudah menjadi sahabat Vhia sejak kecil. Tak heran kalau dia bertingkah  seperti berada dirumah sendiri meski  saat ini sedang berada di rumah Vhia.
            “Tadi aku tanya mamamu,, katanya kamu lagi dikamar sejak tadi siang, ngambek nggak mau makan, nggak mau keluar,,, ada apa siihhh? Sejak kapan kamu punya kebiasaan demo-demo mogok makan kaya gini segala,, mau ikut-ikutan jadi ABG lebay gitu yaah,, biar dibilang ngikutin trend  gitu ?” tanyanya sambil berjalan mendekati Vhia, celotehnya sempat membuat Vhia tersenyum, meski hanya sekilas. Namun,  beberapa saat kemudian,  raut muka Nadin spontan berubah, dia sedikit terperanjat menyadari mata Vhia yang sembab, meski senyum tersungging dari wajah Vhia, tapi tetap matanya tak bisa bohong kalau  dia memang sudah menangis dari beberapa jam sebelumnya.
            “Owwh,, honey, what happen with you,,?? What’s Wrong??” Tanya Nadin mencoba menyelidiki, nada suaranya terdengar khawatir.
            “Nad,, boleh aku tanya sesuatu,,?” bukannya menjawab pertanyaan Sahabatnya, Vhia malah balik bertanya. Sejenak kening Nadin terlihat berlipat, namun beberapa saat kemudian dia menganggukan kepalanya pelan tanda mengiyakan.
            “Menurutmu lebih baik hidup dengan orang yang mencintaimu meski tidak kamu cintai atau tetap mempertahankan orang yang kamu cintai meski dia tidak mencintaimu,,??” Mata Vhia menatap lurus ke arah Nadin. Bukannnya menjawab pertanyaan Vhia, Nadin malah tertawa pelan, tingkahnya sempat membuat Vhia sebal.
            “Malah ketawa, aku serius,,  nggak lucu tahu,,??” ucapan Vhia seketika membuat Nadin bungkam, meski dia tidak tahu lebih tepatnya kenapa, tapi dia bisa menyimpulkan bahwa sahabatnya ini memang sedang berada dalam kondisi sensi tingkat akut, pikirnya. Nadin membenarkan posisi duduknya, mencoba mengambil posisi senyaman mungkin.
            “Vhi,, perlu kamu ketahui ya,, cinta itu tidak sesempit itu,, cinta itu begitu amat luas Vhi,, tidak bisa hanya berpedoman pada dua pilihan yang kamu sebutkan tadi,,  suatu saat nanti, kamu pasti bisa mendapatkan cinta dari orang yang kamu cintai dan dia juga mencintaimu, jangan manjakan perasaanmu dengan acara galau-galau begini dehhh,, ” Nadin berkata sebijak mungkin.
            “Hadeeuuhh,,, Aku tanya kemana kamu jawabnya kemana,, bukan itu maksudku,, aku kan minta saran untuk memilih diantara dua pilihan, malah kamu membuat pilihan yang lain,,” Sewot Vhia, tingkahnya benar-benar membuat Nadin menarik nafas dalam.
            “Jujur saja pada hatimu Vhi,, sebenarnya kamu sudah tahu jawabanya kan,,?  tidak perlu bertanya padaku,,??” Ucap Nadin, matanya menatap lurus ke bola mata Vhia yang membulat, meyakinkan.
            “Maksud kamu,,??” Vhia masih tidak mengerti.
            “Untuk lebih memperjelas semuanya, biar aku tebak,, apa ini ada hubungannya dengan Mas Yusuf dan Mas Irham??” Pertanyaan Nadin  membuat Vhia terdiam seketika, wajah ayunya tertunduk dalam diam, Yaah,, Mas Irham adalah laki-laki pilihan orang tuanya, seorang laki-laki tampan dan mapan lulusan salah satu Universitas ternama di Ibukota  itu benar-benar membuat Vhia bingung untuk memutuskan.
            “Meski mungkin  selama ini kamu memiliki rasa pada Mas Yusuf, tapi hati kecilmu mau kan menerima Mas Irham,, ?? ya itu jawabannya,,”Mendengar  Perkataan Nadin membuat Vhia seketika  berfikir, benar memang apa yang telah dikatakan oleh sahabatnya itu, tapi bukan berarti dia bisa mencintai dua laki-laki dalam satu waktu, tepis hatinya lagi .
            “Entahlah,, aku khawatir kalau aku menerima Mas Irham bukan atas dasar cinta, tapi karena aku takut menyalahi syari’at agama, bukankah ketika sudah ada laki-laki yang baik agamanya hendak datang meminangmu kita sebaiknya menerimanya,,?” Mata Vhia menerawang jauh.
            “Vhi,, bukankah kamu sediri yang pernah bilang padaku, kalau cinta itu harus dibangun,, kenapa kamu jadi khawatir begini, jika sekarang kamu tidak mencintai Mas Irham,, pasti ketika maghligai tumah tangga sudah ditegakan,, cintamu akan ikut terbagun juga,,  ” Nadin mengingatkan.
            “Nad,, kalau aku benar-benar menerima Mas Irham, bukankah semua yang telah terjadi selama ini antar a aku dan Mas Yusuf akan sia-sia,,  ??”
            “Tidak akan ada yang sia-sia Vhi,, setiap hal yang datang dan pergi di dunia ini pasti mengandung arti. Cuma mungkin kita memang tidak bisa merasakannya langsung saat ini,, tapi mungkin bisa suatu saat nanti. ” Vhia mengangguk mantap mendengar kata-kata Nadin.
            Nadin memang sahabatnya yang terbaik selama ini, bersamanya setiap masalah selalu berakhir  indah. Hingga dia tahu apa yang harus dilakukannya kini. Yaahh,, benar memang, dia ingat ucapan Yusuf ketika mengatakan padanya untuk menyerahkan semuanya pada waktu. Saat ini dia baru mengerti sebenarnya kalau kita bisa cermat dalam mengurai masalah kita tidak perlu menyerahkan jawabannya terhadap waktu karena pilihan yang sesungguhnya ada ditangan kita. Yang perlu kita pahami  adalah memahami secara proporsional konsekuensi dan tuntutan yang ada pada setiap pilihan.
            ***
            Dan hari itupun tiba, hari dimana Vhia bersanding dengan laki-laki pilihan orang tuanya. Sekarang baru Vhia tahu, alasan yang membuat setiap wanita yang sudah dewasa memiliki keinginan untuk menikah dengan laki-laki yang imannya sempurna. Ternyata, menjadi makmum dan sayap kanan dari seorang imam yang begitu tawadhu’ adalah hal yang luar biasa.
            Mungkin, bisa dikatakan dia memang  hidup seperti Siti Nurbaya, yang menikah atas dasar pilihan orang tua. Tapi kali ini ada yang berbeda, dia tidak menikah dengan seorang kakek kaya seperti Datuk Maringgih, tapi yang sekarang berdiri di sampingnya adalah laki-laki yang begitu gagah meski sekilas terlihat sangat sederhana. Sifat lemah lembutnya, tatapan teduhnya yang tak pernah mampu Vhia balas, menimbulkan getar tersendiri dalam jiwa gadis manis itu, mungkin inilah yang dikatakan cinta yang sesungguhnya.
            Sayup-sayup dari jauh sepasang mata memandang kebahagiaan itu dengan nanar, meski sekilas wajahnya terlihat tersenyum. Tapi tatapan matanya tak pernah bisa berbohong, dia mencoba meraba hatinya, ada gerimis disana.
            “Aku tahu bahwa akhirnya kau akan bahagia dengan keputusan ini Vhi,, maafkan aku yang tidak pernah bisa tegas dan maafkan aku karena aku telah mengalah pada takdir,, aku tahu siapa Irham,, semua orang yang mengenalnya tak akan pernah meragukan kualitas yang dia miliki,, kamu akan bahagia bersamanya Vhi,, dan ketika kau bahagia, meski tidak bersamaku,, akupun akan begitu adanya,,biarkan kamu hanya tahu bahwa aku menganggapmu sebagai adik saja,,untuk semua setelah itu, aku telah menyerahkan semuanya kepada-Nya,, dan itu membuatku bahagia,,  Gumam pemuda itu lirih, tanpa dia sadari sebuah senyum simpul tersulam di wajahnya, turut bersuka cita.
*cerita ini hany fiktif belaka,mohon maaf  bila ada persamaan nama dan kisah.
Selesai 11 Mei 2012
Pukul 21.28 WIB
Kamar Kost New Shaphira,, Jogjakarta.

Minggu, 08 April 2012


Ustadz baru,,,
            Aku terduduk disebuah halte dekat kampusku,terik matahari siang ini membuatku mengerutkan kening  berkali-kali,tenggorokannku benar-benar  kekeringan membuatku nyaris dehidrasi. Trans Jogja dengan No A2 yang akan membawaku ke Kota Gede tempat dimana pesantrenku ada tak kunjung datang sejak 20 menit yang lalu,,,, “hmmmm,,,, “ aku sedikit manyun,mencoba melampiaskan rasa,jujur saja,lelah dan penat tak bisa membuatku berbohong untuk tetap tersenyum dalam kondisi seperti ini,aku rasa itu manusiawi.
            Sejenak aku mengambil sebuah pocket Al Qur’an kecil dari dalam saku,dan membacanya ,meneruskan ‘deresanku’ yang tinggal beberapa jus lagi,tapi tanpa diduga sang petugas halte mendekatiku dan 3 orang disampingku yang sama-sama sedang menunggu trans Jogja.
 “Maaf sekali ya mba-mba,,, Trans Jurusan Kota Gede sedang ada masalah dan kemungkinan akan datang terlambat,,,, “ katanya.
“Kira-kira berapa menit lagi ya mas,,,??”aku penasaran.
“Wahh,,, kurang tau itu mba,,, mungkin setengah atau 1 jam lagi,,,”katanya sedikit menyesal.
            Aku mengerutkan kening dan melongok jam tangan di sisi tangan kiriku,sudah hampir jam 2,kalo aku nunggu trans,ngga bakalan kebagian waktu sholat dzuhur,pikirku lagi.    “Maaf ya mb,,“ katanya yang  mungkin merasakan kekecewaan kami,,,, “Ngga apa-apa “aku mencoba tersenyum,tapi tanpa pikir panjang aku melangkah keluar halte,aku berjalan ke arah masjid kampus yang tidak terlalu jauh.
            Setelah menunaikan Sholat Dzuhur  dan sedikit membaca ‘wiridan’ aku membenahi jilbabku,semoga setelah ini Transnya sudah beroperasi lagi,batinku mengamini. Aku berjalan melewati serambi masjid,tertunduk,sejenak ada yang memanggilku dari arah belakang,suara yang sangat asing dan tidakku kenal, tapi dia tau namaku.
            “Ning,,,, Ning Acha,,, “panggilnya,aku menoleh ragu sedikit penasaran,perasaan anak kampus tidak ada yang tau kalo aku seorang anak Kyai, tapi dia memanggilku dengan sebutan ‘Ning’ .     
            “Ning Acha kan,,,??” katanya sambil mengembangkan senyum.
            “Siapa ya,,,??” aku benar-benar tidak mengenalnya, melihat wajahnya saja baru kali ini. Aku mencoba memutar otakku,barang kali sebelumnya aku sudah pernah bertemu dengan orang ini tapi aku lupa. Tapi,nihil,, aku memng tidak mengenal orang ini.
            “Maaf Ning kalo terkesan tidak sopan,,, saya Iqbal Santri baru dipondoknya Ning Acha,,, “
            “Bukan pondokku,,, itu milik abah,,, panggil Acha saja,,, “aku meralat perkataannya tanpa menoleh. Kalo melihat dari penampilannya mungkin dia mahasiswa pascasarjana,mungkin.Pikirku berusaha menebak-nebak.
“Hmm,,, iya,itu maksudku Ning,,,, “Dia tersenyum lagi,meski aku tidak melihatnya tapi sedikit lirikanku bisa merasakannya. Pantas saja aku asing dengan wajahnya,santri baru.
            “Hmm,,, aku  mau pulang dulu ya,,, “aku memakai sepatuku dengan sedikit grogi dan kesal, merasakan kalau dia terus memandangiku.
“Iya Ning,ehhh Iya cha,,,,, ini juga saya ada kuliah lagi, hati-hati yaa,,” katanya tersenyum lagi,aku membalas senyumnya dengan sedikit ragu.
“ huff,,,,” aku menarik nafas panjang,aku sadar tak bisa lama-lama dengan orang yang murah senyum begini,,,, Astaghfirulloh.
            Untunglah tadi hanya butuh waktu beberapa menit untuk menunggu Trans,,, jadi sebelum ‘asar tiba sudah bisa sampai rumah. Aku memasuki kamar adik perempuanku di pondok,kebetulan kamarnya dibarengkan dengan beberapa santri putri,,,, “Biar seperti mondok tenanan,,” kata Abah ketika kutanya alasan beliau kenapa  menempatkan Naura adik bungsuku dipondok suatu hari.
            “Ra,,,Naura,,,”panggilku sambil membuka pintu kamarnya,sejenak sayup-sayup keributan yang tadi kudengar dari dalam  kamar hening seketika.
            “Eh,,,, Mba Acha,,,, “kata mereka hampir berbarengan ,,,
            “Duh,,,, lagi pada ngomongin apa sih,,,?asyik banget,,,, “aku terduduk disamping Naura,,,”bukannya menjawab pertanyaanku malah mereka senyum-senyum membuatku semakin tak mengerti,,,, “Wah,,, pasti ada yang ngga beres iki “ tebakku penasaran.
            “Ini lho mba,,,, mba ngga tau ya,,, ada ustadz baru di pondok putra,,, wuizz,,, cakep banget,,nget,,nget mba,sebenarnya ngga terlalu cakep sih tapi apa ya namanya,,berkharisma gitu lho mb,,,, pinter lagi,hafidz lagi,,, huwaaa,,,,, kalo mba liat pasti langsung jatuh cintee deh,,,, hahahahaaa”kata-kata Naura membuatku dan beberapa santri yang berada dikamar itu tertawa seketika,,,, adikku ini memang punya selera humor yang sangat tinggi.
            ”Astaghfirulloh ra,,,, kamu ini,ada-ada aja,kok mba ngga tau ya,,,, “aku mengacak lembut rambut Naura,,,”Eh mba,,, satu kampus sama mba juga kok,,, masa mba ngga kenal sih,,,,,?? “ lanjut Naura,aku mengerutkan kening dibuatnya,apa orang yang ketemu aku tadi dikampus ya,,, ?Aku bertanya dalam hati,,,”Emang siapa namaya ,,??”aku sedikit penasaran,,,”Ustadz Alan,,,”jawab salah satu dari mereka,,,”Owh,,, “jawabku ber-oh,,, berarti bukan,kalo yang tadi ketemu akukan namanya Iqbal, mungkin ini yang lain lagi,,,”Tau ngga mba?,”tanya Naura penasaran,,”hehehe mba ngga tau sayang,,,” jawabku sedikit terkekeh.
            “Ah,,,mba Acha mah kalo masalah ginian memang payah,,, “Naura berpura-pura memasang tampang kecewa,pernyataan Naura sedikit membuatku salah tingkah,”hmm bukannya gitu sayang,,, masih ada yang lebih penting dari itu semua,,, “aku memcoba membari alasan,,”Tapi mba kan udah gede mb,,,, ga apa-apalah,,,”Naura tak mau kalah,,,”Hehehe,,,eh,,, udah mau adzan maghrib ki,,, yuk siap-siap ke masjid,,,,” Aku megalihkan pembicaraan,sambil beranjak dari dudukku,,,, tersenyum,,,, “Oke,oke deh,,,mba Acha yang cantik,,,, “Naura dan para santri beranjak mengikutiku.
            Jam menunjukan hampir pukul sembilan malam,tepat ketika aku mendengar pintu terketuk sewaktu duduk sendiri diruang tamu,,,”Siapa Cha,,,, ??”tanya Abah dari dalam,,,”Biar acha buka dulu bah,,, “aku berdiri dan sedikit terkejut ketika membuka pintu dan kulihat,seseorang yang tadi siang bertemu denganku dikampus berdiri sambil tersenyum tipis didepanku saat ini,sejenak aku berfikir,,, ohh iya,, Iqbal,,, ucap batinku,,,”Siapa cha,,, ?“ “Ini bah,,,”belum sempat aku menjawab pertanyaan abah,beliau sudah berdiri di sebelah sekat yang membatasi ruang tamu dan ruang tengah.
            “Owalah,,, Alan to,,,?? sini,,sini masuk,,, sudah Abah tunggu dari tadi,,,,”Kulihat Abah merangkul pundaknya dan mengajaknya duduk,aku semakin tidak mengerti,jujur aku sempat terpaku dibuatnya”Kok diam saja disitu nduk,,,?ayo,, buatkan minum yo,,, “ jeda,,”nggih bah,,, “tanpa pikir panjang aku langsung kedalam.
            “Siapa mba,,, ?”tanya Naura yang kebetulan sedang duduk di ruang makan,, “Itu lhoo ra,,, yang katamu ustadz baru itu,,,, aneh,,,”aku duduk disampingnya,,,”Lhoo,,kok aneh mba,,,,?””iya.. mba tadi ketemu dia dikampus,bilangnya santri baru disini,tapi dia bilang ke mba kalo namanya Iqbal,bukan Alan ra,apa mungkin dia punya sodara kembar,,,trus lagi kok Abah kelihatanya deket banget ya..??”Sadar kalo Naura tersenyum aku jadi semakin penasaran,,, “Hei,,ditanya malah senyum-senyum,,” “hehehehe mba ngga tau ya,,,??mas Alan kan nama panjangnya Iqbal Alansyah Muhammad,trus mas Alan itu tadinya mondok di Kudus mba,tapi Abah maminta ke Romo Kyainya  mas Alan supaya mengizinkan mas Alan mengajar disini gantiin mas Ilyas yang nikah kemaren,, sekalian nerusin S2 dikampus yang sama kaya mb,,,”kata Naura bersemangat.
            ”Owhh,,,lho kok kamu tau sampai sejauh itu si ra,,??”aku menyernyitkan dahi “hahahhahaha,,, ya taulah ,,Naura,,,dan satu lagi,sebenernya ini rahasia ya mba,tapi ngga apa-apa deh kalo mba tau,,”dia mendekatkan mulutnya ketelingaku,berbisik,,,”mas Alan mau dijodohin sama mba lhoooo,,,,”aku benar-benar shock dibuatnya,,, “apah....?” “hehehehe,,,,udah ah,,,Naura mau kepondok dulu,,, “katanya sambil berlalu pergi,,, “Eh,,, ra,,, tunggu,,,!! kamu aja yang nganter minuman ini ke depan ya,,,,”aku sedikit memelas,aku tersadar, jarang sekali aku bersikap seperti ini pada Naura,hmmm,,,”hehehe,,, maaf mba,,, untuk kali ini Naura ngga bisa bantu,,,hihihihi”Naura berlari kebelakang,aku manyun dibuatnya,,, dengan ragu aku mengantarkan minuman itu kedepan.
            “Ya,,, jalani saja dulu,,, Abah si berharap sekali kamu bisa betah tinggal disini,,,,“ sepintas kudengar percakapan Abah dengannya,,,”Njjih,,, InsyaAllah saya betah bah,,,,”katanya tersenyum tipis,aku langsung kembali kedalam,tapi sayup-sayup aku masih bisa mendengar percakapan abah dan pemuda itu,,,” itu tadi Putri pertama Abah yang Abah ceritakan lan,,,Abah akan senang sekali kalo seandainya kalian berjodoh,,,” jeda sesaat,, aku menajamkan pendengaranku agar bisa mmendengar jawaban dari pemuda itu,,,
             “Sungguh suatu kehormatan bagi saya bah,mendapat tawaran langsung dari abah seperti ini,, seandainya kami memang berjodoh,kami pasti akan bersatu dibawah ridho Allah dengan restu Abah,biarkan waktu yang menjawab,bukannya saya menolak bah,jujur saja saya tidak mau mengganggu konsentrasi Ning Acha yang sedang menyelesaikan study dan hafalan alqur’annya,lagipula saya juga tidak bisa menjamin kalo Ning tertarik pada saya ,saya ingin menikah benar-benar dengan landasan cinta,saya tidak mau memaksa ning Acha kalo memang dia tidak suka,,saya harap abah mau mengerti ,,,”katanya bijaksana.
            Abah tertawa mendengar jawaban ustadz baru itu,,”Dunia ini butuh banyak orang sepertimu lan,,,”kata abah bangga,,,aku berjalan cepat kearah kamarku,air mata tak mampu lagi ku bendung,,ya Allah,,, tanpa aku sadari aku memang sudah beranjak dewasa,,,dan entah sekarang atau kapan saat itu pasti akan datang,hanya satu pintaku Ya Allah,,, siapapun dia,,suatu saat nanti sandingkan aku dengan jiwa-jiwa tenang pilihanMu,,,jika memang ustadz baru itu orangnya,, berikan hamba kemudahan untuk dapat Ridho dengan rencanaMu ini,, Amin.
Kost New Shapira,6 Oktober 2011
21:20 in the room
Yogyakata.