Selasa, 05 Juni 2012

Tanpa Judul,



            Siti Nurbaya Versi 2012,??
Yusuf duduk di sebelah pusaran adik semata wayangnya, Mila. Dia terdiam, hanyut dalam keheningan pemakaman tempat dimana adiknya diperistirahatkan. Pikirannya menerawang jauh menembus masa lalu empat tahun silam.
            Saat itu adiknya berumur 17 tahun, seorang gadis yang sangat cerdas dan sangat mengagumkan, tapi satu hal yang sangat Yusuf sesali, dia belum sempat menjadi kakak yang baik sebelum Mila pergi untuk selamanya. Dulu dia egois, dia tak pernah mau peduli meski pada adik kandungnya sendiri. Dia begitu jauh menjaga jarak, dan kini dia hanya bisa tertunduk dalam, menyesali. 
Andai saja dia tahu adiknya akan pergi secepat ini, dia tidak akan pernah menyia-nyiakan  waktu yang ada ketika bersama. Akan tetapi siapa yang dapat menyangka penyakit pneumonia yang menyerang adiknya ternyata benar-benar berakhir dengan  membawa Mila pergi meninggalkan dunia ini, bukan untuk satu atau dua hari, tapi untuk selamanya.
            Yaahh,, benar kata pepatah, nasi sudah menjadi bubur ,tak ada yang perlu disesali, bukankah semua itu sudah di takdirkan,,?? Yang terbaik sekarang adalah memulai lagi semuanya dari awal dengan lebih baik lagi tentunya.
Dari jauh terlihat seorang gadis berdiri disamping Yusuf, tatapannya terus tertuju pada punggung Yusuf yang masih membelakanginya sejak beberapa saat yang lalu.
           
“Sudahlah,, tak perlu menyesali yang sudah terjadi, Mila sudah bahagia disana, Allah menjemput Mila lebih dulu bukan karena tanpa alasan, tapi sudah pasti karena Dia telah sangat merindukan Mila, gadis  yang begitu amat  baik,,” Katanya bijak, ucapannya membuat Yusuf sedikit tenang. Meski bukan satu atau dua kali gadis di sampingnya mengatakan demikian, tapi entah mengapa Yusuf tak pernah bosan mendengarnya. Dia selalu menikmati setiap kata yang terucap dari bibir gadis manis itu, termasuk apa yang baru saja dikatakannya saat ini.
           
”Dia seumuran kamu kalo masih hidup sekarang,,,”Kata Yusuf lirih. Gadis itu tersenyum, sepertinya dia sangat tahu apa yang sedang dipikirkan Yusuf.
           
”Mas Yusuf  boleh mengganggapku adik,,” Kata-katanya yang terdengar polos membuat Yusuf menoleh, tertegun.
           
“Maksudku,, ya adik,, hmmm, bukan, bukan maksudku menyuruh Mas Yusuf melupakan Mila, bukan,, hmm,, hmm maksudku,, Mas Yusuf  boleh mengganggapku adik,tanpa melupakan Mila, aku juga tidak bermaksud menggantikan posisi Mila,, hanya,,, ya,,, biar Mas Yusuf tidak lagi menyesal, jujur saja aku nggak suka liat Mas Yusuf terus-terusan menyesal begini, dan aku juga yakin sekali Mila akan merasakan hal yang sama ketika tahu Mas Yusuf bertingkah seperti ini,” katanya salah tingkah, nada ucapannya terdengar melemah pada akhir kalimat.
Yusuf menahan sedikit tawa melihat polah gadis manis berkerudung disampingnya itu. Selama ini memang Vhialah gadis yang selalu mengisi hari-hari Yusuf. Meski Yusuf tak tahu kedekatannya dengan Vhia itu hanyalah sebagai kakak dengan adik atau lebih dari itu. Selama ini Yusuf dan Vhia memang tak pernah mempermasalahkan status mereka, selama bahagia menjalaninya ya jalani saja.
            “Pulang yuk,,,, “ Yusuf berdiri, badan tegaknya melangkah diiringi Vhia disampingnya.
             “Oya selamat buat wisudamu ya,,” Lanjutnya sambil tersenyum , Vhia tak menjawab
dia hanya membalasnya dengan senyuman yang tak kalah manis.
           
“Hmm,, Vhia,,,  bagaimana acara pertunanganmu,,,??”Yusuf mengalihkan pembicaraan, dia masih berjalan dengan tenang.  
            “Entahlah, ? “jawab  gadis yang ternyata bernama Vhia itu sambil mengangkat kedua bahunya,  perkatannya membuat Yusuf mengerutkan kening, tak mengerti.
            “Lho,,, kok jawabnya nggak semangat gitu,,,, ??”tanya Yusuf memasang raut penasaran.
             “ Menurut Mas Yusuf gimana??” Lanjut Vhia sambil berusaha mensjajari langkah Yusuf yang semakin cepat. Sekilas terlihat senyum tipis tergores di wajah gagah Yusuf, membuat Vhia semakin penasaran menunggu jawaban dari  laki-laki di sampingnya.
            “ Kok malah jadi tanya  pendapatku si Vhi,,?? Yaaa,, selama kamu senang menjalaninya dan kamu yakin itu yang terbaik ,, ya lakukan saja,,” Jawab Yusuf masih dengan gaya santainya. Glek,, Vhia menelan ludah, pahit. Bukan ini jawaban yang dia harapakan dari laki-laki yang selama ini mengisi hari-harinya itu.
            “Maksud Mas Yusuf,,??” Kening Vhia berkerut seketika, bukannya Vhia tidak mengerti dengan apa yang dikatakan oleh Yusuf, dia hanya ingin memastikan atas apa yang baru saja dia dengar.
            “Vhia,, jodoh itu Tuhan yang atur,, meski aku dekat denganmu selama ini dan kamu sudah aku anggap seperti adikku sendiri,,  aku juga tetap tak berhak melarang kamu untuk melakukan ini atau itu,, aku percaya kamu sudah dewasa, hatimu sudah bisa menentukan mana yang baik atau tidak buatmu,, jika kamu yakin dengan pilihan orang tuamu,, aku tak bisa berkata apa-apa Vhi,, aku turut bahagia,, aku sudah cukup mengenal orang tuamu, aku percaya mereka  tidak akan pernah mengecewakan putrinya dengan pilihan yang salah” Kali ini Yusuf menatap wajah Vhia yang masih tertunduk. Jujur saja ucapannya sempat membuat Vhia terdiam beberapa saat. Tak tahu apa yang sedang dirasaannya kini, tapi yang jelas wajah manis dalam balutan kerudung itu mencoba menahan air matanya agar jangan sampai jatuh  membasahi pipi indahnya.
            “Jujur saja Vhi,, aku menyerahkan semuanya pada waktu, biar waktu yang menjawab semuanya,,” Yusuf tersenyum parau, dia seolah mengerti apa yang dirasakan Vhia,  ucapannya membuat Vhia terdiam,  tak berkutik.
           
***
            Vhia terduduk di sudut kamarnya sambil terus menyapu air matanya untuk yang kesekian kali, meski dia tahu apa yang dikatakan Yusuf memang benar adanya. Selama ini memang tidak ada hubungan apa-apa diantara  mereka , jadi sudah tentu Yusuf tak memiliki hak apapun untuk andil dalam masa depannya. Tapi apalah daya, mulut bisa berkata apapun, namun apa yang diucapkan dalamnya hati, siapa yang bisa mengerti??. Baru Vhia sadari kini, bahwa kedekatannya dengan Yusuf  selama ini menimbulkan getar lain dalam jiwanya, baru kali ini pertama kalinya dalam hidup dia merasakan hal yang begitu sulit di gambarkan.
 Dia ingin marah, tapi marah karena apa, pada siapa?. Haruskah dia marah pada Yusuf. Benar memang dia mungkin memang pantas untuk kecewa. Kalau Yusuf memang hanya menganggap Vhia sebagai adik, kenapa perlakuannya selama ini melebihi sebagaimana kakak dengan adiknya, sebagai wanita bukankah wajar jika Vhia berharap lebih. Kenapa Yusuf tidak memintanya untuk tetap tinggal, kalau Yusuf berkata supaya Vhia menunggunya , mungkin dia akan menunggu.
Tapi, benar-benar jawaban yang sangat di luar dugaan, dengan santainya Yusuf berkata padanya untuk melakukan yang sekiranya terbaik, bukannnya memberikan jawaban perkataan Yusuf malah membuat Vhia semakin bingung dan tidak mengerti.
***
            “Vhiaaa,,,,” jeritan seseorang membuyarkan Vhia dari lamunanya, seketika pintu kamarnya terbuka lebar. Vhia menoleh ke asal suara, sahabatnya yang satu ini memang hoby banget bikin kaget  orang, wajah manis Vhia untuk beberapa saat berubah menjadi manyun karena merasa kesendiriannya  terenggut oleh Nadin, cewek yang sekilas terlihat tomboy meski aslinya melancholic itu memang sudah menjadi sahabat Vhia sejak kecil. Tak heran kalau dia bertingkah  seperti berada dirumah sendiri meski  saat ini sedang berada di rumah Vhia.
            “Tadi aku tanya mamamu,, katanya kamu lagi dikamar sejak tadi siang, ngambek nggak mau makan, nggak mau keluar,,, ada apa siihhh? Sejak kapan kamu punya kebiasaan demo-demo mogok makan kaya gini segala,, mau ikut-ikutan jadi ABG lebay gitu yaah,, biar dibilang ngikutin trend  gitu ?” tanyanya sambil berjalan mendekati Vhia, celotehnya sempat membuat Vhia tersenyum, meski hanya sekilas. Namun,  beberapa saat kemudian,  raut muka Nadin spontan berubah, dia sedikit terperanjat menyadari mata Vhia yang sembab, meski senyum tersungging dari wajah Vhia, tapi tetap matanya tak bisa bohong kalau  dia memang sudah menangis dari beberapa jam sebelumnya.
            “Owwh,, honey, what happen with you,,?? What’s Wrong??” Tanya Nadin mencoba menyelidiki, nada suaranya terdengar khawatir.
            “Nad,, boleh aku tanya sesuatu,,?” bukannya menjawab pertanyaan Sahabatnya, Vhia malah balik bertanya. Sejenak kening Nadin terlihat berlipat, namun beberapa saat kemudian dia menganggukan kepalanya pelan tanda mengiyakan.
            “Menurutmu lebih baik hidup dengan orang yang mencintaimu meski tidak kamu cintai atau tetap mempertahankan orang yang kamu cintai meski dia tidak mencintaimu,,??” Mata Vhia menatap lurus ke arah Nadin. Bukannnya menjawab pertanyaan Vhia, Nadin malah tertawa pelan, tingkahnya sempat membuat Vhia sebal.
            “Malah ketawa, aku serius,,  nggak lucu tahu,,??” ucapan Vhia seketika membuat Nadin bungkam, meski dia tidak tahu lebih tepatnya kenapa, tapi dia bisa menyimpulkan bahwa sahabatnya ini memang sedang berada dalam kondisi sensi tingkat akut, pikirnya. Nadin membenarkan posisi duduknya, mencoba mengambil posisi senyaman mungkin.
            “Vhi,, perlu kamu ketahui ya,, cinta itu tidak sesempit itu,, cinta itu begitu amat luas Vhi,, tidak bisa hanya berpedoman pada dua pilihan yang kamu sebutkan tadi,,  suatu saat nanti, kamu pasti bisa mendapatkan cinta dari orang yang kamu cintai dan dia juga mencintaimu, jangan manjakan perasaanmu dengan acara galau-galau begini dehhh,, ” Nadin berkata sebijak mungkin.
            “Hadeeuuhh,,, Aku tanya kemana kamu jawabnya kemana,, bukan itu maksudku,, aku kan minta saran untuk memilih diantara dua pilihan, malah kamu membuat pilihan yang lain,,” Sewot Vhia, tingkahnya benar-benar membuat Nadin menarik nafas dalam.
            “Jujur saja pada hatimu Vhi,, sebenarnya kamu sudah tahu jawabanya kan,,?  tidak perlu bertanya padaku,,??” Ucap Nadin, matanya menatap lurus ke bola mata Vhia yang membulat, meyakinkan.
            “Maksud kamu,,??” Vhia masih tidak mengerti.
            “Untuk lebih memperjelas semuanya, biar aku tebak,, apa ini ada hubungannya dengan Mas Yusuf dan Mas Irham??” Pertanyaan Nadin  membuat Vhia terdiam seketika, wajah ayunya tertunduk dalam diam, Yaah,, Mas Irham adalah laki-laki pilihan orang tuanya, seorang laki-laki tampan dan mapan lulusan salah satu Universitas ternama di Ibukota  itu benar-benar membuat Vhia bingung untuk memutuskan.
            “Meski mungkin  selama ini kamu memiliki rasa pada Mas Yusuf, tapi hati kecilmu mau kan menerima Mas Irham,, ?? ya itu jawabannya,,”Mendengar  Perkataan Nadin membuat Vhia seketika  berfikir, benar memang apa yang telah dikatakan oleh sahabatnya itu, tapi bukan berarti dia bisa mencintai dua laki-laki dalam satu waktu, tepis hatinya lagi .
            “Entahlah,, aku khawatir kalau aku menerima Mas Irham bukan atas dasar cinta, tapi karena aku takut menyalahi syari’at agama, bukankah ketika sudah ada laki-laki yang baik agamanya hendak datang meminangmu kita sebaiknya menerimanya,,?” Mata Vhia menerawang jauh.
            “Vhi,, bukankah kamu sediri yang pernah bilang padaku, kalau cinta itu harus dibangun,, kenapa kamu jadi khawatir begini, jika sekarang kamu tidak mencintai Mas Irham,, pasti ketika maghligai tumah tangga sudah ditegakan,, cintamu akan ikut terbagun juga,,  ” Nadin mengingatkan.
            “Nad,, kalau aku benar-benar menerima Mas Irham, bukankah semua yang telah terjadi selama ini antar a aku dan Mas Yusuf akan sia-sia,,  ??”
            “Tidak akan ada yang sia-sia Vhi,, setiap hal yang datang dan pergi di dunia ini pasti mengandung arti. Cuma mungkin kita memang tidak bisa merasakannya langsung saat ini,, tapi mungkin bisa suatu saat nanti. ” Vhia mengangguk mantap mendengar kata-kata Nadin.
            Nadin memang sahabatnya yang terbaik selama ini, bersamanya setiap masalah selalu berakhir  indah. Hingga dia tahu apa yang harus dilakukannya kini. Yaahh,, benar memang, dia ingat ucapan Yusuf ketika mengatakan padanya untuk menyerahkan semuanya pada waktu. Saat ini dia baru mengerti sebenarnya kalau kita bisa cermat dalam mengurai masalah kita tidak perlu menyerahkan jawabannya terhadap waktu karena pilihan yang sesungguhnya ada ditangan kita. Yang perlu kita pahami  adalah memahami secara proporsional konsekuensi dan tuntutan yang ada pada setiap pilihan.
            ***
            Dan hari itupun tiba, hari dimana Vhia bersanding dengan laki-laki pilihan orang tuanya. Sekarang baru Vhia tahu, alasan yang membuat setiap wanita yang sudah dewasa memiliki keinginan untuk menikah dengan laki-laki yang imannya sempurna. Ternyata, menjadi makmum dan sayap kanan dari seorang imam yang begitu tawadhu’ adalah hal yang luar biasa.
            Mungkin, bisa dikatakan dia memang  hidup seperti Siti Nurbaya, yang menikah atas dasar pilihan orang tua. Tapi kali ini ada yang berbeda, dia tidak menikah dengan seorang kakek kaya seperti Datuk Maringgih, tapi yang sekarang berdiri di sampingnya adalah laki-laki yang begitu gagah meski sekilas terlihat sangat sederhana. Sifat lemah lembutnya, tatapan teduhnya yang tak pernah mampu Vhia balas, menimbulkan getar tersendiri dalam jiwa gadis manis itu, mungkin inilah yang dikatakan cinta yang sesungguhnya.
            Sayup-sayup dari jauh sepasang mata memandang kebahagiaan itu dengan nanar, meski sekilas wajahnya terlihat tersenyum. Tapi tatapan matanya tak pernah bisa berbohong, dia mencoba meraba hatinya, ada gerimis disana.
            “Aku tahu bahwa akhirnya kau akan bahagia dengan keputusan ini Vhi,, maafkan aku yang tidak pernah bisa tegas dan maafkan aku karena aku telah mengalah pada takdir,, aku tahu siapa Irham,, semua orang yang mengenalnya tak akan pernah meragukan kualitas yang dia miliki,, kamu akan bahagia bersamanya Vhi,, dan ketika kau bahagia, meski tidak bersamaku,, akupun akan begitu adanya,,biarkan kamu hanya tahu bahwa aku menganggapmu sebagai adik saja,,untuk semua setelah itu, aku telah menyerahkan semuanya kepada-Nya,, dan itu membuatku bahagia,,  Gumam pemuda itu lirih, tanpa dia sadari sebuah senyum simpul tersulam di wajahnya, turut bersuka cita.
*cerita ini hany fiktif belaka,mohon maaf  bila ada persamaan nama dan kisah.
Selesai 11 Mei 2012
Pukul 21.28 WIB
Kamar Kost New Shaphira,, Jogjakarta.